Jumat, 28 Oktober 2016

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN SETELAH BUANG AIR BESAR



DI LINGKUNGAN ASRAMA NGUDI WALUYO

Anisa Amalia1), Chichik Nirmasari2), Widayati3)
1)      Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo
2)      Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
3)      Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
anisaamalia35@gmail.com

ABSTRAK

Kebersihan tangan merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif dalam mencegah penyakit seperti diare. Berbagai cara untuk menangani masalah ini, akan tetapi untuk meningkatkan dan cara menjaga kebersihan tangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Peneliti ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa AKBID dilingkungan Asrama Ngudi Waluyo.
            Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian pada mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo, teknik sempelnya proposional rendom sampling didapat 153 mahasiswa. Alat pengumpulan data berupa kuesioner untuk mengukur kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare. Analisa statistik dengan menggunakan distribusi frekuensi dan chi square.
            Hasil penelitian ini yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%)  yang mengalami diare 78 orang (51,0%). Nilai uji statistik dari 153 responden p 0,093 > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare.
            Semakin banyak mahasiswa yang mencuci tangan menggunakan sabun semakin sedikit angka kejadian diare. Kejadian diare tidak disebabkan oleh mahasiswa yang tidak mencuci tangan menggunakan sabun. Diharapkan adanya tindak lanjut pemberian penyuluhan bagi mahasiswi baru untuk mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar.


Kata Kunci    : Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dan Kejadian Diare

           


















ABSTRACT


Hand hygiene is one of the most important procedures and effective in preventing diseases such as diarrhea. Various ways to deal with this problem, but to improve and how to maintain the cleanliness of hands is not as expected. The researchers aim to analyze the relationship between the behavior of washing hands with soap after defecation with the incidence of diarrhea in the student dormitory Ngudi Waluyo AKBID environment.
This research is a correlation with cross sectional approach. Population studies on student AKBID Ngudi Waluyo, rendom proportional sampling techniques sempelnya obtained 153 students. Data collection tools in the form of a questionnaire to measure handwashing with diarrhea. Statistical analysis using frequency distribution and chi square.
Results of this study are not washing their hands with soap as many as 90 people (58.8%) who experienced diarrhea 78 (51.0%). Statistical test value of 153 respondents 0.093 p> 0.05 then Ho accepted meaning there is no significant relationship to the behavior of washing hands with soap after defecation with diarrhea.
More students wash their hands using soap the less the incidence of diarrhea. The incidence of diarrhea was not caused by students who do not wash their hands with soap. Is expected to follow up the provision of education for a new student to wash hands with soap after defecation.


Keywords: Behavior Handwashing and incidence of diarrhea

PENDAHULUAN


Latar  Belakang
 Berdasarkan   Undang-Undang    Kesehatan   NO. 36   tahun   2009   tentang   Kesehatan    pasal  11 disebutkan,    setiap   orang   berkewajiban   berperilaku   hidup   sehat   untuk   mewujudkan, mempertahankan    dan   memajukan   kesehatan   yang   setinggi  tingginya.  Peningkatan   derajat  kesehatan  masyarakat  dapat  terwujud  dengan  penekanan,  peningkatan  perilaku  dan  kemandirian  masyarakat  serta  upaya  promotif  dan  preventif  (Undang- Undang  kesehatan  RI,  2009). 
Kedua tangan kita sangat penting untuk membantu menyelesaikan berbagai pekerjaan. Makan dan minum sangat membutuhkan kerja dari tangan. Jika tangan bersifat kotor, maka tubuh sangat beresiko terhadap masuknya mikroorgansme. Cuci tangan sangat berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci tangan harus dilakukan dengan air bersih dan sabun. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit sehingga bila digunakan, kuman tersebut berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh, sehingga menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, bila tanpa sabun, maka kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masuknya makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak. Penularan adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (clostridum difficile), atau melalui aktifitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorgannisme, yaitu faktor daya tahann tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup lingkungan mikrofrola usus (kapita selekta kedokteran, 2011 hal; 500)
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan cara mudah dan tidak perlu biaya mahal. Oleh karena itu, membiasakan CTPS sama dengan mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga hidup sehat sejak dini. Pola hidup bersih dan sehat (PHBS) tertanam kuat pada diri pribadi anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Kedua tangan kita adalah salah satu jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh. Sebab, tangan adalah anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung denganmulut dan hidung. Penyakit-penyakit yang umumnya timbul karena tangan yang berkuman, antara lain: diare, kolera, ISPA, cacingan, flu, dan Hepatitis A (Rahmawati dan proverawati, 2012:71) 
Menurut laporan World Health Organization (WHO), Unicef joint monitoring  hanya separuh penduduk Indonesia yang memiliki askes pada sanitasi yang memadai  di desa bahkan hanya 1/3nya, Hal ini menyebabkan anak-anak rentan terhadap diare. Studi Basic Human Services (BHS)  di Indonesia tentang persepsi dan perilaku masyarakat  indonesia terhadap kebiasaan CTPS menemukan bahwa baru 12 % yang melakukan CTPS setelah buang air besar, 14% sebelum makan, 9% setelah menceboki anak dan 6% sebelum menyiapkan makanan. (Kemenkes 2012) 
Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan masih tergolong sangat rendah, indikaasinya dapat terlihat dengan prevalensi kejadian penyakit diare, survei departemen pendidikan pada tahun 2006 menunjukan resiko penderita diare di Indonesia 423/1000 orang dengan jumlah kasus 10.980, angka kematian 277 (CFR 2,52%) penyakit diare penyebab kematian no 2 pada balita, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 untuk semua umur. Cuci tangan pakai sabun sebaiknya di lakukan pada 5 waktu terpenting  yaitu: (1) sebelum makan, (2) sesudah buang airbesar,(3) sebelum memegang bayi (4) sesudah menceboki bayi (5) sebelum menyiapkan makanan. Cuci tangan merupakan hal yang umum dalam masyarakat akan tetapi menggunakan sabun merupakan hal yang jamak (Depkes 2006).
Cakupan penemuan dan penanganan diare Provensi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 24,66% lebih rendah di banding tahun 2011 ( 57,9 %) pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan tertinggi adalah kabupaten klaten (93,33%) dan terendah adalah kabupaten cilcap 6,29% (Dinkes jateng 2012).
Studi pendahuluan yang dilakukan pada  Maret 2015 terdapat 15 responden dari hasil yang saya dapatkan, 4 dianataranya tidak mengalami diare, 11 orang diantaranya mengalami diare. Kemudian dari pada itu yang menderita penyakit diare karenakan tidak cuci tangan pakai sabun 6 orang, 3 orang karena  pola makan, sedangkan 2 orang karena faktor cuaca yang tidak menentu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare dilingkungan  Asrama AKBID Ngudi Waluyo,”.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian  ini adalah “Bagaimanakah hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun  Setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare di lingkungan Asrama AKBID Ngudi Waluyo?”.

Manfaat Penelitian
1.      Bagi peneliti
  Memberikan pengalaman dalam penulisan karya tulis ilmiah, menambah pengetahuan dan wawancara penulis, khususnya mengenai perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa AKBID di lingkungan asrama ngudi waluyo kabupaten semarang.
2.      Bagi Responden
 Mengetahui dengan jelas tentang pentingnya cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar.
3.      Bagi Institusi pendidikan
 Hasil penelitian  ini dapat digunakan sebagai informasi lebih lanjut di bidang kesehatan, sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan dasar dalam program penyuluhan pencegahan dan promosi kesehatan yang tepat bagi mahasiswi.

METODE PENELITIAN

 Penelitian ini variabel yang diteliti menggunakan jenis variable bebas dan terikat. Penlitian bebasnya ialah perilaku cuci tangan menggunakan sabun setalah buang air besar dan variable terikatnya ialah kejadian diare. Tidak ada hubungn  perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa AKBID dilingkungan Asrama Ngudi Waluyo.
Penelitian ini dilaksanakan di Asrama kebidanan Ngudi Waluyo tepatnya pada tanggal 15 Mei 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah    metode diskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi. Penelitian ini menggunakan pendakatan cross sectional yang jenis data berupa data primer dan data sekunder. Populasinya ialah mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo  sebanyak 247 mahasiswi. Tehnik sampling menggunakan proposionte random sampling dengan taraf signifikan  0,05 sehingga sampelnya berjumlah 153 responden.
Alat ukur dengan kuesioner serta dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan uji chi Square. Kuesioner tingkat perilaku cuci tangan menggunaka sabun setelah buang air besar untuk jawaban ya diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai 0 sedangkan jawaban untuk kejadian diare apa bila diare nilainya 2 dan tidak diare diberi nilai 0-1.

HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

Hasil Penelitian
 Responden dalam penelitian ini mahasiswa AKBID yang berdomisili dilingkungan asrama. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015, setelah melalui cara pengambilan data proposional rendom sempling didapatkan sampel 153 mahasiswa. Hasil penelitian sebagai berikut:

Analisa Univariat
1.    Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Tabel 1  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
No
Perilaku cuci tangan pakai sabun
Frekuensi
Persentase
1
Tidak Cuci tangan pakai sabun
90
58,8
2
cuci tangan pakai sabun
63
41,2

Jumlah
153
100,0
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa yang tidak cuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%), dan yang cuci tangan pakai sabun sebanyak 63 orang (41,2%).

2.    Kejadian Diare
Tabel 2  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Diare
No
Kejadian diare
Frekuensi
Persentase
1
Tidak diare
75
49,0
2
Diare
78
51,0

Jumlah
153
100,0

Tabel 2 menunjukan bahwa sebagian mahasiswa yang yang mengalami diare sebanyak 78 orang (51,0%) serta mahasiswa yang tidak mengalami diare sebanyak 75 orang (49,8%).

Tabel 3 Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya diare
No
Pertanyaan
Frekuensi


ya
Tidak
1
Sebelum diare mengkonsumsi makanan pedas?
81 (52,94%)
72
2
Cuaca sedang bergantian sehingga anda mengalami diare?
57 (37,25%)
96
3
Anda pernah kontak dengan teman yang sedang mengalami diare?
42 (27,48%)
111

Tabel diatas dijelaskan bahwa, terdapat faktor lain yang mempengaruhi terjadinya diare, adapun beberapa pertanyaan yang mendukung faktor kejadian diare, pada penelitian ini persentase jawaban untuk pertanyaan sebelum mengalami diare mengkonsumsi makanan pedas, sebanyak 81 (52,94%), pergantian cuaca 57 orang (37,25%) dan pernah kontak dengan teman yang mengalami diare 42 orang (27,48%), terdapat 34 (22,22%) orang yang tidak terkena diare dengan faktor diatas.









Analisis Bivariat
1.    Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian Diare
Tabel 4  Tabel Silang Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa Akbid Dilingkungan Arama
Perilaku
Kejadian diare
Total
Tiadak diare
Diare
Tidak Cuci tangan pakai sabun
39
51
90
cuci tangan pakai sabun
36
27
63
Total
75
78
153

Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa dari 153 responden yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%) yang mengalami diare 51 orang (33,33%)dan yang tidak mengalami diare 39 orang (25,4%). Kemudian yang mencuci tangan pakai sabun 63 orang (41,71%), yang tidak mengalami diare 36 orang (32,52%) serta yang mengalami diare 27 orang (17,64%).
Tabel 4.5. Chi-Square Test

value
df
Asymp. Sig.
(2 sided)
Exact. Sig.
(2-sided)
Exact. Sig.
(1-sided)
Perason chi-square
1
.093


Contynuity Correction
2.802
1
.129


Likelihood Ratio
2.836
1
.092


Fisher’s Exact Test



.103
.064
Linear-by-linear Assosiation
2.809
1
.094


N of valid cases
.153





Hasil uji statistik (chi square) dari 153 responden p = 0,093 > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare.

Pembahasan
1.      Perilaku cuci tangan pakai sabun
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa melakukan cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar. Pertanyaan yang mendukung perilaku cuci tangan pakai sabun pada penelitian ini adalah persentase jawaban yang sebagian besar mahasiswa melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar 63 orang (41,71%). Hasil ini menunjukkan bahwa mahasiswa masih ada yang belum memiliki perilaku cuci tangan yang baik sebagai salah satu langkah menggurangi kejadian diare.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun. Faktornya antara lain adalah pengetahuan dan kesadaran yang kurang mengnai cuci tangan pakai sabun. Pengetahuan biasanya diperlukan, tetapi tidak selalu menjadi penyebab yang cukup  dari perubahan perilaku individu atau kolektif. Bebarapa kesadaran  tertentu atau kualitas hidup dan kenutuhan dari beberapa perilaku yang akan terjadi. Perilaku tidak akan terjadi tanpa syarat yang cukup kuat untuk memicaun motivasi  bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut dan mungkin juga tanpa mengaktifkan faktor-faktor seperti keterampilan baru atau sumber daya mengenai cuci tangan pakai sabun.
Faktor keyakinan adalah suatu yang nyata atau benar. Pernyataan keyakinan tentang kesehatan tentang kesehatan mencakup komentar seperti “saya tidak percaya bahwa berolahraga setiap hari akan membuat saya merasa lebih baik”. Model yang paling banyak untuk menjelaskan dan memprediksi bagaimana  keyakinan kesehatan berhubungan dengan perilaku adalah model kepercayaan kesehatan. Singkatnya, berpendapat model ini kemungkinan mengambil tindakan kesehatan di rekomendasikan  tergantung pada  keyakinan seseorang tentang tingkat keparahan masalah penyakit atau kesehatan yang bersangkutan. Faktor nilai proposisi moral dan etika digunakan orang untuk membenarkan tindakan mereka. Mereka menentukan apakah orang mengganggap perilaku kesehatan terkait untuk benar atau salah, seperti halnya dengan perilaku cuci tangan pakai sabun.
Faktor sikap adalah perasaan relatif konstan diarahkan sesuatu atau seseorang yang selalu mengandung dimensi evaluatif. Sikap selalu dapat dikatagorikan sebagai positif atau negatif, mencuci tangan pakai sabun atau tidak mencuci tangan pakai abun.
Faktor niat perilaku merupakan konsep fundamental bagi teori tindakan beralasan (dan teori terkait erat perilaku direncanakan), yang menyatakan bahwa kinerja suatu perilaku kesehatan tertentu adalah akbiat langsung dari seseorang yang bermaksud untuk melakukan perilaku, pertanyaan yang mendukung perilaku cuci tangan pakai sabun sebagian besar mahasiswa yang menjawab cuci tangan pakai sabun sebanyak 63 orang (41,71%), dan yang menjawab tidak cuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%).
Jika seseorang tidak memiliki keterampilan tertentu yang di perlukan untuk penyelesaian perilaku kesehatan tertentu, kemudian memperoleh keterampilan-keterampilan akan jatuh dibawah katagori faktor-faktor pendukung. Faktor predisposisi yang tidak bisa menerima perubahan faktor ini seperti genetik, karakteristik, sosiodemografi, dan keperibadian juga memainkan peran dalam predisposisi untuk berhubungan dengan kesehatan perilaku.
 Kebersihan tangan atau cuci tangan adalah suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun atau sntiseptik dibawah air mengalir atau menggunakan handrub berbasis alkohol. Kebersihan tanga merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif dalam mencegah infeksi nasokomial, penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir bila digunakan dengan baik dan benar (Maryunani, 2011 hal:43)
Kebiasaan atau perilaku higienis dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS), dapat mencegah pola penyebaran penyakit menular dimasyarakat, seperti misal penyakit diare, typhus perut, kecacinga, flu burung, dan bahkan flu babi yang kini cukup menghebohkan manusia. Perilaku cuci tangan terlebih cuci tangan pakai sabun masih merupakan sasaran penting dalam promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang biasa dilakukakn oleh masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektifitasan perilaku cuci tangan pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut (Maryunani, 2013 hal: 118)
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah suatu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun untuk menjadi bersih. Mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karenatangan sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tupuh lain seperti ingus dan makanan atau minuman yang terkontaminasi saat tidak di cuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang di tulari (Depkes RI, 2008).
2.      Kejadian diare
Penelitian ini untuk kejadian diare di sebabkan oleh kebanyakan mahasiswa mengkonsumsi makanan pedas cuaca yang bergantian dan mahasiswa yang berkontak langsung dengan yang terkena diare. Pertanyaan yang mendukung beberapa faktor penyebab diare meliputi:, sebelum mengalami diare mengkonsumsi makanan pedas, sebanyak 81 (52,94%), pergantian cuaca 57 orang (37,25%) dan pernah kontak dengan teman yang mengalami diare 42 orang (27,48%), terdapat 28 (22,58%) orang yang tidak terkena diare dengan faktor diatas.
Tingginya angka kejadian diare dilingkungan asrama ini faktor utamanya adalah mahasiswa mengkonsumsi makanan yang pedas sebanyak 81 (52,94%), faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan pristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 12). Diare dapat dikerenakan mahasiswa sering mengkonsusi makanan yang pedes. Makanan pedas yang sering dikonsumsi oleh mahasiswa ini biasanya dapat diperoleh dari makanan atau jajanan yang dibeli didepan kampus. Misalnya mie lidi, seblak, dan lain-lain. makanan pedas biasanya mengandung Capsaicin. Capsaicin ini merupakan suatu zat yang banyak terdapat pada cabai, paprika dan jalapeno. Senyawa Capsaicin merupakan suatu senyawa yang memiliki ukuran kecil tidak dapat dipecah ataupun dicerna oleh usus sehingga dapat menyebabkan iritasi pada usus halus. Iritasi pada usus halus ini menggangu gerakan pristaltik usus, dan juga mempengaruhi kemampuan usus dalam mencerna makanan sehingga penyerapan makanan terhambat. Makanan yang tidak terserap tubuh tersebut akan menyebabkan terjadinya diare.
Faktor keduanya merupakan pergantian cuaca sebanyak 57 orang (37,25%), kejadian diare yang disebabkan oleh cuaca yang bergantian ini biasanya didapat dari perpindahan musim kemarau ke musim hujan, serta perbedaan suhu antara rumah dan asrama sehingga hal tersebut bisa mengakibatkan kelelahan fisik yang biasanya mengakibatkan pembentukan gas berlebihan dilambung dan usus. Kemudian tibul perasaan penuh diusus lalu merasakan mulas.
Faktor ketiga yaitu berkontak dengan teman yang mengalami diare sbanyak 42 orang (27,48%), Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus yang dapat emnurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya dapat terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorfsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transfor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 12), kejadian ini biasanya di sebabkan makanan dan minuman yang dikonsumsi secara bersamaan, disamping itu terdapat beberapa mahasiswa yang tidak mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar sehingga dapat terkontaminasi oleh bakteri yang ada didalam feses sehingga mengakibatkan diare.
Penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinyta diare seperti: keadaan gizi, hygine dan sanitasi, sosial budaya, kepadatan penduduk, sosial ekonomi dan faktor-faktor lain. Termasuk dalam penyebab langsung antar lain: infeksi bakteri, virus, dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun karacunan oleh racun yang di produksi oleh jasad renik: ikan buah dan sayur-sayuran (Suharyono 2003 dalam artikel Nurharyani 2007).
Faktor yang dapat menyebabkan diare seperti faktor lingkungan, rendahnya pengetahuan masyarakat tenteng diare serta malnutrisi. Contoh dari faktor lingkungan berupa sanitasi yang buruk, serta sarana air bersih yang kurang.
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suratmaja, 2007: 28)
Cakupan penemuan dan penanganan diare Provensi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 24,66% lebih rendah di banding tahun 2011  (57,9%) pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan tertinggi adalah kabupaten klaten (93,33%) dan terendah adalah kabupaten cilcap 6,29% (Dinkes jateng 2012).
3.      Hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare.
Meskipun Hasil penelitian menunjukan bahwa Hasil uji statistik (chi square) dari 153 responden p = 0,093 > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air demikian perilaku cuci tangan perlu diterapkan karena tangan yang bersih akan mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).dengan mencuci tangan, maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman (Proverawati dan  Rahmawati 2012 hal 73)
Penelitian serupa dilakukan oleh Fatmawati (2013) “Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Anak Balita Diwilayah Kerja Jambu Kabupaten Semarang” angka kejadian diare pada balita (73%), sedangkan untuk perilaku hidup bersih dan sehat tergolong kurang sehat (73%). Sehingga ada hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Anak Balita Diwilayah Kerja Jambu Kabupaten Semarang. Sehingga ada perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada judul, tempat dan waktu penelitian.

PENUTUP

Kesimpulan
Hasil penelitian maka diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Mahasiswa AKBID dilingkungan asrama dalam perilaku cuci tangan pakai sabun tergolong sebagian besar banyak yang belam menggunakan sabun cuci tangan sebanyak 90 orang (58,8%), dan yang cuci tangan pakai sabun sebanyak 63 orang (41,2%).
2.      Mahasiswa AKBID bahwa sebagian mahasiswa yang yang mengalami diare sebanyak 78 orang (51,0%) serta mahasiswa yang tidak mengalami diare sebanyak 75 orang (49,8%)
3.      Tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa AKBID dilingkungan asrama  ngudi waluyo dengan nilai p = 0,093 > 0,05.
Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang ada maka penulis mengajukan saran berikut:
1.      Bagi Responden
Penelitian ini memberi informasi pada responden khususnya mahasiswa AKBID bahwa perilakun tidak cuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit.

2.      Bagi peneliti
Penelitian ini menambah wawasan peneliti mengenai pentingnya cuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar dan penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan bagi peneliti tentang peranan saranan dasar kesehatandiri dan lingkungan dalam melindungi diri dari penyakit diare.
3.      Bagi institusi pendidikan
Adanya tindak lanjut pemberian penyuluhan bagi mahasiswi baru untuk mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar yang dapat menyebabkan terjadinya diare.
.

DAFTAR PUSTAKA


A.Aziz Alimul Hidayat. (2008). Proses terjadinya diare. Didapat karya tulis ilmiah. Wandy (2011)
Depkes RI. (2006). Buku Saku Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan RI
Depkes RI. (2008). Buku Saku Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan RI
Depkes RI. (2011). Buku Saku Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan RI
Dinkes Jateng. (2012). Angka kejadian Diare. Semarang : pemerintah  Propinsi Jawa tengah
Hidayat. (2008). Metode penelitian kebidanan dan teknik Analisa Data. Jakarta Salemba Medika
Kmenkes RI. (2012). Kebiasaan Penduduk Indonesia : kementrian kesehatan RI
Maryunani, A (2011). Pencegahan infrksi dalam kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Media
Maryunani, A (2013).  Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Jakarta : CV.Trans Info Media
Natoatmidjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Natoatmidjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Natoatmidjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nur Salam.  (2008) Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika






















Proverawati, Rahmawati (2012). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Yogyakarta : Nuha Medika
Setiawan, A. (2010). Metodologi penelitian kebidanan DIII, S1 DAN S2. Yogyakarta: Numed
Suraatmaja (2007). Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta : Sagung Seto
Undang-Undang Kesehatan RI, (2009). Tentang Kesehatan. Jakarta