HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN PAKAISABUN SETELAH BUANG AIR BESAR DENGAN
KEJADIAN DIARE PADA MAHASISWA AKBID
DI LINGKUNGAN ASRAMA NGUDI WALUYO
Anisa
Amalia1), Chichik
Nirmasari2), Widayati3)
1)
Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo
2)
Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
3)
Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
anisaamalia35@gmail.com
ABSTRAK
Kebersihan tangan merupakan salah
satu prosedur yang paling penting dan efektif dalam mencegah penyakit seperti
diare. Berbagai cara untuk menangani masalah ini, akan tetapi untuk
meningkatkan dan cara menjaga kebersihan tangan belum sesuai dengan yang
diharapkan. Peneliti ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku cuci
tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa
AKBID dilingkungan Asrama Ngudi Waluyo.
Penelitian
ini merupakan penelitian korelasi
dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian pada mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo, teknik sempelnya proposional rendom sampling didapat 153
mahasiswa. Alat pengumpulan data berupa kuesioner untuk mengukur kebiasaan
mencuci tangan dengan kejadian diare. Analisa statistik dengan menggunakan
distribusi frekuensi dan chi square.
Hasil
penelitian ini yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang
(58,8%) yang mengalami diare 78 orang
(51,0%). Nilai uji statistik dari 153
responden p 0,093 > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar dengan kejadian diare.
Semakin
banyak mahasiswa yang mencuci tangan menggunakan sabun semakin sedikit angka
kejadian diare. Kejadian diare tidak disebabkan oleh mahasiswa yang tidak
mencuci tangan menggunakan sabun. Diharapkan adanya tindak lanjut pemberian penyuluhan
bagi mahasiswi baru untuk mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air
besar.
Kata Kunci : Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dan Kejadian Diare
ABSTRACT
Hand hygiene is
one of the most important procedures and effective in preventing diseases such
as diarrhea. Various ways to deal with this problem, but to improve and how to
maintain the cleanliness of hands is not as expected. The researchers aim to
analyze the relationship between the behavior of washing hands with soap after
defecation with the incidence of diarrhea in the student dormitory Ngudi Waluyo
AKBID environment.
This research is
a correlation with cross sectional approach. Population studies on student
AKBID Ngudi Waluyo, rendom proportional sampling techniques sempelnya obtained
153 students. Data collection tools in the form of a questionnaire to measure
handwashing with diarrhea. Statistical analysis using frequency distribution
and chi square.
Results of this
study are not washing their hands with soap as many as 90 people (58.8%) who
experienced diarrhea 78 (51.0%). Statistical test value of 153 respondents
0.093 p> 0.05 then Ho accepted meaning there is no significant relationship
to the behavior of washing hands with soap after defecation with diarrhea.
More students
wash their hands using soap the less the incidence of diarrhea. The incidence
of diarrhea was not caused by students who do not wash their hands with soap.
Is expected to follow up the provision of education for a new student to wash
hands with soap after defecation.
Keywords: Behavior Handwashing and incidence of diarrhea
Keywords: Behavior Handwashing and incidence of diarrhea
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan
NO. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal
11 disebutkan, setiap orang
berkewajiban berperilaku hidup
sehat untuk mewujudkan, mempertahankan dan
memajukan kesehatan yang
setinggi tingginya. Peningkatan
derajat kesehatan masyarakat
dapat terwujud dengan
penekanan, peningkatan perilaku
dan kemandirian masyarakat
serta upaya promotif
dan preventif (Undang- Undang kesehatan
RI, 2009).
Kedua tangan
kita sangat penting untuk membantu menyelesaikan berbagai pekerjaan. Makan dan
minum sangat membutuhkan kerja dari tangan. Jika tangan bersifat kotor, maka
tubuh sangat beresiko terhadap masuknya mikroorgansme. Cuci tangan sangat
berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang menempel di
tangan. Cuci tangan harus dilakukan dengan air bersih dan sabun. Air yang tidak
bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit sehingga bila
digunakan, kuman tersebut berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan
cepat masuk ke dalam tubuh, sehingga menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan
kotoran dan membunuh kuman, bila tanpa sabun, maka kotoran dan kuman masih
tertinggal di tangan.
Diare akibat
infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masuknya
makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang
buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak.
Penularan adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (clostridum difficile), atau melalui
aktifitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab
(agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan
pertahanan tubuh terhadap mikroorgannisme, yaitu faktor daya tahann tubuh atau
lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung,
imunitas, juga mencakup lingkungan mikrofrola usus (kapita selekta kedokteran,
2011 hal; 500)
Cuci tangan
pakai sabun (CTPS) merupakan cara mudah dan tidak perlu biaya mahal. Oleh
karena itu, membiasakan CTPS sama dengan mengajarkan anak-anak dan seluruh
keluarga hidup sehat sejak dini. Pola hidup bersih dan sehat (PHBS) tertanam
kuat pada diri pribadi anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Kedua tangan
kita adalah salah satu jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh.
Sebab, tangan adalah anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung
denganmulut dan hidung. Penyakit-penyakit yang umumnya timbul karena tangan
yang berkuman, antara lain: diare, kolera, ISPA, cacingan, flu, dan Hepatitis A
(Rahmawati dan proverawati, 2012:71)
Menurut laporan
World Health Organization (WHO), Unicef
joint monitoring hanya separuh
penduduk Indonesia yang memiliki askes pada sanitasi yang memadai di desa bahkan hanya 1/3nya, Hal ini
menyebabkan anak-anak rentan terhadap diare. Studi Basic Human Services (BHS)
di Indonesia tentang persepsi dan perilaku masyarakat indonesia terhadap kebiasaan CTPS menemukan
bahwa baru 12 % yang melakukan CTPS setelah buang air besar, 14% sebelum makan,
9% setelah menceboki anak dan 6% sebelum menyiapkan makanan. (Kemenkes
2012)
Kebiasaan
masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan masih tergolong sangat rendah,
indikaasinya dapat terlihat dengan prevalensi kejadian penyakit diare, survei
departemen pendidikan pada tahun 2006 menunjukan resiko penderita diare di
Indonesia 423/1000 orang dengan jumlah kasus 10.980, angka kematian 277 (CFR
2,52%) penyakit diare penyebab kematian no 2 pada balita, nomor 3 pada bayi,
dan nomor 5 untuk semua umur. Cuci tangan pakai sabun sebaiknya di lakukan pada
5 waktu terpenting yaitu: (1) sebelum
makan, (2) sesudah buang airbesar,(3) sebelum memegang bayi (4) sesudah
menceboki bayi (5) sebelum menyiapkan makanan. Cuci tangan merupakan hal yang
umum dalam masyarakat akan tetapi menggunakan sabun merupakan hal yang jamak
(Depkes 2006).
Cakupan penemuan
dan penanganan diare Provensi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 24,66% lebih
rendah di banding tahun 2011 ( 57,9 %) pada tingkat kabupaten/kota, diketahui
bahwa cakupan penemuan dan penanganan tertinggi adalah kabupaten klaten
(93,33%) dan terendah adalah kabupaten cilcap 6,29% (Dinkes jateng 2012).
Studi
pendahuluan yang dilakukan pada Maret
2015 terdapat 15 responden dari hasil yang saya dapatkan, 4 dianataranya tidak
mengalami diare, 11 orang diantaranya mengalami diare. Kemudian dari pada itu
yang menderita penyakit diare karenakan tidak cuci tangan pakai sabun 6 orang,
3 orang karena pola makan, sedangkan 2
orang karena faktor cuaca yang tidak menentu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun setelah Buang Air
Besar dengan Kejadian Diare dilingkungan
Asrama AKBID Ngudi Waluyo,”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan Perilaku
Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah Buang
Air Besar dengan Kejadian Diare di lingkungan Asrama AKBID Ngudi Waluyo?”.
Manfaat
Penelitian
1.
Bagi peneliti
Memberikan
pengalaman dalam penulisan karya tulis ilmiah, menambah pengetahuan dan
wawancara penulis, khususnya mengenai perilaku cuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa AKBID di lingkungan asrama
ngudi waluyo kabupaten semarang.
2.
Bagi Responden
Mengetahui dengan jelas tentang
pentingnya cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar.
3.
Bagi Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi lebih
lanjut di bidang kesehatan, sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan dasar
dalam program penyuluhan pencegahan dan promosi kesehatan yang tepat bagi
mahasiswi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini variabel
yang diteliti menggunakan jenis variable bebas dan terikat. Penlitian bebasnya
ialah perilaku cuci tangan menggunakan sabun setalah buang air besar dan
variable terikatnya ialah kejadian diare. Tidak ada hubungn perilaku cuci tangan pakai sabun setelah
buang air besar dengan kejadian diare pada mahasiswa AKBID dilingkungan Asrama
Ngudi Waluyo.
Penelitian ini dilaksanakan di Asrama
kebidanan Ngudi Waluyo tepatnya pada tanggal 15 Mei 2015. Desain penelitian
yang digunakan adalah metode diskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi. Penelitian ini
menggunakan pendakatan cross sectional
yang jenis data berupa data primer dan data sekunder. Populasinya ialah
mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo sebanyak
247 mahasiswi. Tehnik sampling menggunakan proposionte
random sampling dengan taraf signifikan
0,05 sehingga sampelnya berjumlah 153 responden.
Alat ukur dengan kuesioner serta
dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan uji chi Square. Kuesioner tingkat perilaku cuci tangan menggunaka sabun
setelah buang air besar untuk jawaban ya diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai
0 sedangkan jawaban untuk kejadian diare apa bila diare nilainya 2 dan tidak
diare diberi nilai 0-1.
HASIL PENELITIAN
DAN BAHASAN
Hasil Penelitian
Responden dalam
penelitian ini mahasiswa AKBID yang berdomisili dilingkungan asrama. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Mei 2015, setelah melalui cara pengambilan data proposional rendom sempling didapatkan
sampel 153 mahasiswa. Hasil penelitian sebagai berikut:
Analisa
Univariat
1.
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
No
|
Perilaku
cuci tangan pakai sabun
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
|
Tidak Cuci
tangan pakai sabun
|
90
|
58,8
|
2
|
cuci tangan
pakai sabun
|
63
|
41,2
|
|
Jumlah
|
153
|
100,0
|
Berdasarkan
tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar
mahasiswa yang tidak cuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%), dan
yang cuci tangan pakai sabun sebanyak 63 orang (41,2%).
2.
Kejadian Diare
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Diare
No
|
Kejadian
diare
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1
|
Tidak diare
|
75
|
49,0
|
2
|
Diare
|
78
|
51,0
|
|
Jumlah
|
153
|
100,0
|
Tabel
2 menunjukan bahwa sebagian mahasiswa yang yang mengalami diare sebanyak 78
orang (51,0%) serta mahasiswa yang tidak mengalami diare sebanyak 75 orang
(49,8%).
Tabel 3 Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya diare
No
|
Pertanyaan
|
Frekuensi
|
|
|
|
ya
|
Tidak
|
1
|
Sebelum
diare mengkonsumsi makanan pedas?
|
81
(52,94%)
|
72
|
2
|
Cuaca
sedang bergantian sehingga anda mengalami diare?
|
57
(37,25%)
|
96
|
3
|
Anda
pernah kontak dengan teman yang sedang mengalami diare?
|
42
(27,48%)
|
111
|
Tabel
diatas dijelaskan bahwa, terdapat faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
diare, adapun beberapa pertanyaan yang mendukung faktor kejadian diare, pada
penelitian ini persentase jawaban untuk pertanyaan sebelum mengalami diare
mengkonsumsi makanan pedas, sebanyak 81 (52,94%), pergantian cuaca 57 orang (37,25%)
dan pernah kontak dengan teman yang mengalami diare 42 orang (27,48%), terdapat
34 (22,22%) orang yang tidak terkena diare dengan faktor diatas.
Analisis
Bivariat
1.
Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai
Sabun dengan Kejadian Diare
Tabel 4 Tabel Silang
Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah Buang Air Besar dengan Kejadian Diare
pada Mahasiswa Akbid Dilingkungan Arama
Perilaku
|
Kejadian
diare
|
Total
|
|
Tiadak diare
|
Diare
|
||
Tidak Cuci
tangan pakai sabun
|
39
|
51
|
90
|
cuci tangan
pakai sabun
|
36
|
27
|
63
|
Total
|
75
|
78
|
153
|
Berdasarkan
tabel diatas dijelaskan bahwa dari 153 responden yang tidak mencuci tangan
pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%) yang mengalami diare 51 orang (33,33%)dan
yang tidak mengalami diare 39 orang (25,4%). Kemudian yang mencuci tangan pakai
sabun 63 orang (41,71%), yang tidak mengalami diare 36 orang (32,52%) serta
yang mengalami diare 27 orang (17,64%).
Tabel
4.5. Chi-Square Test
|
value
|
df
|
Asymp. Sig.
(2 sided)
|
Exact. Sig.
(2-sided)
|
Exact. Sig.
(1-sided)
|
Perason
chi-square
|
|
1
|
.093
|
|
|
Contynuity
Correction
|
2.802
|
1
|
.129
|
|
|
Likelihood
Ratio
|
2.836
|
1
|
.092
|
|
|
Fisher’s
Exact Test
|
|
|
|
.103
|
.064
|
Linear-by-linear
Assosiation
|
2.809
|
1
|
.094
|
|
|
N of valid
cases
|
.153
|
|
|
|
|
Hasil
uji statistik (chi square) dari 153
responden p = 0,093 > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang
signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar
dengan kejadian diare.
Pembahasan
1.
Perilaku cuci tangan pakai sabun
Hasil penelitian menunjukan bahwa
sebagian besar mahasiswa melakukan cuci tangan pakai sabun setelah buang air
besar. Pertanyaan yang mendukung perilaku cuci tangan pakai sabun pada
penelitian ini adalah persentase jawaban yang sebagian besar mahasiswa
melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar 63 orang
(41,71%). Hasil ini menunjukkan bahwa mahasiswa masih ada yang belum memiliki
perilaku cuci tangan yang baik sebagai salah satu langkah menggurangi kejadian
diare.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku cuci tangan pakai sabun. Faktornya antara lain adalah pengetahuan dan
kesadaran yang kurang mengnai cuci tangan pakai sabun. Pengetahuan biasanya
diperlukan, tetapi tidak selalu menjadi penyebab yang cukup dari perubahan perilaku individu atau
kolektif. Bebarapa kesadaran tertentu
atau kualitas hidup dan kenutuhan dari beberapa perilaku yang akan terjadi.
Perilaku tidak akan terjadi tanpa syarat yang cukup kuat untuk memicaun
motivasi bertindak berdasarkan
pengetahuan tersebut dan mungkin juga tanpa mengaktifkan faktor-faktor seperti
keterampilan baru atau sumber daya mengenai cuci tangan pakai sabun.
Faktor keyakinan adalah suatu yang nyata
atau benar. Pernyataan keyakinan tentang kesehatan tentang kesehatan mencakup
komentar seperti “saya tidak percaya bahwa berolahraga setiap hari akan membuat
saya merasa lebih baik”. Model yang paling banyak untuk menjelaskan dan
memprediksi bagaimana keyakinan
kesehatan berhubungan dengan perilaku adalah model kepercayaan kesehatan.
Singkatnya, berpendapat model ini kemungkinan mengambil tindakan kesehatan di
rekomendasikan tergantung pada keyakinan seseorang tentang tingkat keparahan
masalah penyakit atau kesehatan yang bersangkutan. Faktor nilai proposisi moral
dan etika digunakan orang untuk membenarkan tindakan mereka. Mereka menentukan
apakah orang mengganggap perilaku kesehatan terkait untuk benar atau salah,
seperti halnya dengan perilaku cuci tangan pakai sabun.
Faktor sikap adalah perasaan relatif
konstan diarahkan sesuatu atau seseorang yang selalu mengandung dimensi
evaluatif. Sikap selalu dapat dikatagorikan sebagai positif atau negatif,
mencuci tangan pakai sabun atau tidak mencuci tangan pakai abun.
Faktor niat perilaku merupakan konsep
fundamental bagi teori tindakan beralasan (dan teori terkait erat perilaku
direncanakan), yang menyatakan bahwa kinerja suatu perilaku kesehatan tertentu
adalah akbiat langsung dari seseorang yang bermaksud untuk melakukan perilaku,
pertanyaan yang mendukung perilaku cuci tangan pakai sabun sebagian besar
mahasiswa yang menjawab cuci tangan pakai sabun sebanyak 63 orang (41,71%), dan
yang menjawab tidak cuci tangan pakai sabun sebanyak 90 orang (58,8%).
Jika seseorang tidak memiliki
keterampilan tertentu yang di perlukan untuk penyelesaian perilaku kesehatan
tertentu, kemudian memperoleh keterampilan-keterampilan akan jatuh dibawah
katagori faktor-faktor pendukung. Faktor predisposisi yang tidak bisa menerima
perubahan faktor ini seperti genetik, karakteristik, sosiodemografi, dan
keperibadian juga memainkan peran dalam predisposisi untuk berhubungan dengan
kesehatan perilaku.
Kebersihan tangan atau cuci tangan adalah
suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun atau
sntiseptik dibawah air mengalir atau menggunakan handrub berbasis alkohol.
Kebersihan tanga merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif
dalam mencegah infeksi nasokomial, penyebaran infeksi yang menyebabkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir bila digunakan dengan baik dan
benar (Maryunani, 2011 hal:43)
Kebiasaan atau perilaku higienis dengan
cuci tangan pakai sabun (CTPS), dapat mencegah pola penyebaran penyakit menular
dimasyarakat, seperti misal penyakit diare, typhus perut, kecacinga, flu
burung, dan bahkan flu babi yang kini cukup menghebohkan manusia. Perilaku cuci
tangan terlebih cuci tangan pakai sabun masih merupakan sasaran penting dalam
promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku
cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang biasa dilakukakn
oleh masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun dan
tingginya tingkat efektifitasan perilaku cuci tangan pakai sabun dalam mencegah
penularan penyakit, maka sangat penting adanya upaya promosi kesehatan
bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut (Maryunani, 2013 hal: 118)
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah
suatu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan
air dan sabun untuk menjadi bersih. Mencuci tangan pakai sabun merupakan salah
satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karenatangan sering kali
menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu
orang ke orang lain baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung
(menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang
bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tupuh
lain seperti ingus dan makanan atau minuman yang terkontaminasi saat tidak di
cuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus dan parasit pada orang lain
yang tidak sadar bahwa dirinya sedang di tulari (Depkes RI, 2008).
2.
Kejadian diare
Penelitian ini untuk kejadian diare di
sebabkan oleh kebanyakan mahasiswa mengkonsumsi makanan pedas cuaca yang
bergantian dan mahasiswa yang berkontak langsung dengan yang terkena diare.
Pertanyaan yang mendukung beberapa faktor penyebab diare meliputi:, sebelum
mengalami diare mengkonsumsi makanan pedas, sebanyak 81 (52,94%), pergantian
cuaca 57 orang (37,25%) dan pernah kontak dengan teman yang mengalami diare 42
orang (27,48%), terdapat 28 (22,58%) orang yang tidak terkena diare dengan
faktor diatas.
Tingginya angka kejadian diare
dilingkungan asrama ini faktor utamanya adalah mahasiswa mengkonsumsi makanan
yang pedas sebanyak 81 (52,94%), faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang
ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan pristaltik
usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 12). Diare dapat dikerenakan
mahasiswa sering mengkonsusi makanan yang pedes. Makanan pedas yang sering
dikonsumsi oleh mahasiswa ini biasanya dapat diperoleh dari makanan atau
jajanan yang dibeli didepan kampus. Misalnya mie lidi, seblak, dan lain-lain.
makanan pedas biasanya mengandung Capsaicin.
Capsaicin ini merupakan suatu zat yang banyak terdapat pada cabai, paprika
dan jalapeno. Senyawa Capsaicin
merupakan suatu senyawa yang memiliki ukuran kecil tidak dapat dipecah ataupun
dicerna oleh usus sehingga dapat menyebabkan iritasi pada usus halus. Iritasi
pada usus halus ini menggangu gerakan pristaltik usus, dan juga mempengaruhi
kemampuan usus dalam mencerna makanan sehingga penyerapan makanan terhambat.
Makanan yang tidak terserap tubuh tersebut akan menyebabkan terjadinya diare.
Faktor keduanya merupakan pergantian
cuaca sebanyak 57 orang (37,25%), kejadian diare yang disebabkan oleh cuaca
yang bergantian ini biasanya didapat dari perpindahan musim kemarau ke musim
hujan, serta perbedaan suhu antara rumah dan asrama sehingga hal tersebut bisa
mengakibatkan kelelahan fisik yang biasanya mengakibatkan pembentukan gas
berlebihan dilambung dan usus. Kemudian tibul perasaan penuh diusus lalu
merasakan mulas.
Faktor ketiga yaitu berkontak dengan
teman yang mengalami diare sbanyak 42 orang (27,48%), Proses ini dapat diawali
dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang
kemudian berkembang dalam usus yang dapat emnurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya dapat terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorfsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan
adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transfor aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 12), kejadian ini
biasanya di sebabkan makanan dan minuman yang dikonsumsi secara bersamaan,
disamping itu terdapat beberapa mahasiswa yang tidak mencuci tangan menggunakan
sabun setelah buang air besar sehingga dapat terkontaminasi oleh bakteri yang
ada didalam feses sehingga mengakibatkan diare.
Penyebab tidak langsung atau
faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinyta diare seperti:
keadaan gizi, hygine dan sanitasi, sosial budaya, kepadatan penduduk, sosial
ekonomi dan faktor-faktor lain. Termasuk dalam penyebab langsung antar lain:
infeksi bakteri, virus, dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia
maupun karacunan oleh racun yang di produksi oleh jasad renik: ikan buah dan
sayur-sayuran (Suharyono 2003 dalam artikel Nurharyani 2007).
Faktor yang dapat menyebabkan diare
seperti faktor lingkungan, rendahnya pengetahuan masyarakat tenteng diare serta
malnutrisi. Contoh dari faktor lingkungan berupa sanitasi yang buruk, serta
sarana air bersih yang kurang.
Diare merupakan penyakit yang ditandai
dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari)
disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Suratmaja, 2007: 28)
Cakupan penemuan dan penanganan diare
Provensi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 24,66% lebih rendah di banding tahun
2011 (57,9%) pada tingkat
kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan tertinggi
adalah kabupaten klaten (93,33%) dan terendah adalah kabupaten cilcap 6,29%
(Dinkes jateng 2012).
3.
Hubungan perilaku cuci tangan pakai
sabun setelah buang air besar dengan kejadian diare.
Meskipun Hasil penelitian menunjukan
bahwa Hasil uji statistik (chi square)
dari 153 responden p = 0,093 > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada
hubungan yang signifikan terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah
buang air demikian perilaku cuci tangan perlu diterapkan karena tangan yang
bersih akan mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri, typus,
kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), flu burung
atau Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS).dengan mencuci tangan, maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman
(Proverawati dan Rahmawati 2012 hal 73)
Penelitian serupa dilakukan oleh
Fatmawati (2013) “Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan
Kejadian Diare pada Anak Balita Diwilayah Kerja Jambu Kabupaten Semarang” angka
kejadian diare pada balita (73%), sedangkan untuk perilaku hidup bersih dan
sehat tergolong kurang sehat (73%). Sehingga ada hubungan antara Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Anak Balita Diwilayah Kerja Jambu
Kabupaten Semarang. Sehingga ada perbedaan dalam penelitian ini dengan
penelitian terdahulu adalah pada judul, tempat dan waktu penelitian.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian
maka diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Mahasiswa AKBID dilingkungan asrama
dalam perilaku cuci tangan pakai sabun tergolong sebagian besar banyak yang
belam menggunakan sabun cuci tangan sebanyak 90 orang (58,8%), dan yang cuci
tangan pakai sabun sebanyak 63 orang (41,2%).
2.
Mahasiswa AKBID bahwa sebagian mahasiswa
yang yang mengalami diare sebanyak 78 orang (51,0%) serta mahasiswa yang tidak
mengalami diare sebanyak 75 orang (49,8%)
3.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan
terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar dengan
kejadian diare pada mahasiswa AKBID dilingkungan asrama ngudi waluyo dengan nilai p = 0,093 >
0,05.
Saran
Berdasarkan
hasil kesimpulan yang ada maka penulis mengajukan saran berikut:
1.
Bagi Responden
Penelitian ini memberi informasi pada responden
khususnya mahasiswa AKBID bahwa perilakun tidak cuci tangan menggunakan sabun
setelah buang air besar dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit.
2.
Bagi peneliti
Penelitian ini menambah wawasan peneliti mengenai
pentingnya cuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar dan penelitian
ini dapat menambah informasi dan pengetahuan bagi peneliti tentang peranan
saranan dasar kesehatandiri dan lingkungan dalam melindungi diri dari penyakit
diare.
3.
Bagi institusi pendidikan
Adanya tindak lanjut pemberian penyuluhan bagi
mahasiswi baru untuk mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar
yang dapat menyebabkan terjadinya diare.
.
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimul Hidayat. (2008). Proses terjadinya diare. Didapat karya
tulis ilmiah. Wandy (2011)
Depkes RI. (2006). Buku Saku Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan RI
Depkes RI. (2008). Buku Saku Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan RI
Depkes RI. (2011). Buku Saku Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen kesehatan RI
Dinkes Jateng. (2012). Angka kejadian Diare. Semarang :
pemerintah Propinsi Jawa tengah
Hidayat. (2008). Metode penelitian kebidanan dan teknik Analisa Data. Jakarta
Salemba Medika
Kmenkes RI. (2012). Kebiasaan Penduduk Indonesia : kementrian kesehatan RI
Maryunani, A (2011). Pencegahan infrksi dalam kebidanan.
Jakarta : CV. Trans Info Media
Maryunani, A (2013). Perilaku
Hidup Bersih Dan Sehat. Jakarta : CV.Trans Info Media
Natoatmidjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta
Natoatmidjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta
Natoatmidjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta
Nur Salam. (2008) Metode
Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika
Proverawati, Rahmawati (2012). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat.
Yogyakarta : Nuha Medika
Setiawan, A. (2010). Metodologi penelitian kebidanan DIII, S1 DAN
S2. Yogyakarta: Numed
Suraatmaja (2007). Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta : Sagung Seto
Undang-Undang Kesehatan RI, (2009). Tentang Kesehatan. Jakarta